Senin, 24 Oktober 2011

PERKEMBANGAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA

1. Islam Menyatu dengan Pranata Politik Local

Islam datang ke Indonesia terbukti dilakukan dengan secara damai. Berbeda dengan penyebaran islam yang dilakukan di Timur Tengah yang dalam beberapa kasus disertai dengan pendudukan wilayah oleh militer Muslim. Islam masuk ke Indonesia setelah kehancuran Baghdad sehingga menyebabkan pedagang muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke araha Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara.

Bersamaan dengan para pedagang dating pula dai-dai dan musafir-musafir sufi. Dari perdagangan tersebut terjadilah hubungan timbale balik, sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat Muslim. Pertumbuhan perkampungan ini malin meluas sehingga perkampungan itu tidak hanya bersifat ekonomis, tetapi membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat Meurah Silu, kepala suku Gampung Samudra menjadi Sultan Malik as-Sholeh.

Dari paparan diatas dapat dijelaskan bahwa tersebarnyaIslam ke Indonesia adalah melalui : perdagangan, Dakwah, Perkawinan, Pendidikan, tasawuf dan tarekat, dan kesenian.

2. Ulama sebagai legitimator politik kerajaan

Pengaruh ini dapat dilihat dalam system pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam Indonesia seperti konsep khilafah atau kesultanan yang sering kita jumpai dalam kerajaan-kerajaan seperti Aceh, Mataram, Demak, Banten, dan Tidore.

3. Pemberontakan Rakyat Terhadap Belanda

a. Perang Diponegoro

Ulama atas nama Islam menggalang kekuatan untuk melawan penjajah. Terjadilah perang jawa (1825-1830 M) dipelopori pangeran Diponegoro didampingi Kiai Mojo (1873-1905 M). walaupun perang besar ini berakhir dengan kekalahan, tetapi peran politik ulama telah menjadi pelajaran politik umat Islam Indonesia. Penggalangan atas nama Islam telah memupuk cinta tanah air dan anti kolonial. Nilai “perang sabil” yang dicanangkan oleh para ulama selalu menjadi landasan yang kuat dalam ketahanan umat untuk mengusir dan melawan kolonial.

b. Kalangan Petani (1888 M)

Ketika penjajahan Belanda semakin meluas, maka muncullah gerakan protes petani dipimpin oleh ulama lokaluntuk melawan Belanda dan pembantu-pembantu raja-raja tradisional yang dianggap kafir. Para petani dan ulama lokal menganggap gerakan itu sebagai perang suci, perang terhadap kafir. Diantara gerakan protes petani lokal yang dianggap terbesar adalah yang terjadi di Cilegon. Dengan faktor: situasi kolonial yang menghipit kehidupan rakyat, kondisi yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Islam, pelarangan Umat Islam melakukan Ibadah, tindakan yang semena-mena, penggusuran tanah milik rakyat yang suburuntuk tanaman tebu, kerja paksa, pajak yang memeras, dan lain-lain.

1. Pergeseran Politik Keagamaan dari Istana kepada rakyat atau Ulama

Dengan keadaan demikian (rakyat resah dan menderita), mendorong para kiai, ulama, atau haji untuk menghimpun rakyat tampil sebagai pemimpin dengan cara menghubungi beberapa pesantren. Melalui khutbah-khutbahnya mereka membantu rakyat membebaskan diri dari tindakan pemerasan Bekanda dengan melakukan perang jihad. Mereka berhasil mendapatkan dukungan luas. Namun, karena gerakan protes itu hanya bersifat lokal, kurang terkoordinasi dengan matang, maka gerakan itu dengan cepat dapat ditumpas oleh Belanda. Gerakan seperti ini belum dapat mengubah karena hanya berupa letupan seketika.

2. Perbandingan Politik Islam Era Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi

a. Era Orde Lama

Sejak masa Demokrasi Terpimpin, Indonesia mengalami masa yang disebut Orde Lama (10 oktober 1956). Majelis konstituante hasil pemilu 1955 mulai bersidang di Bandung 10 November 1956 untuk merumuskan UUD. 1949, UUD 1945 telah diganti menjadi RIS, ketika Indonesia kembali ke Republik persatuan 1950, UUD masih bersifat sementara. Oleh karena itu, Majelis Konstituante bertugas merumuskan UUD yang sah dan tetap.

Perdebatan muncul pada BPUPKI yang akan merumuskan rancangan UUD sebagai persiapan menghadapi Indonesia merdeka. Dalam majelis konstituante1955, menyalurkan aspirasi secara demokratis untuk membentuk Negara. Apakah Negara ini republik Islam Indonesia atau cukup Republik Indonesia saja? Apakah lambang dan benderanya dalam negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam? Apakah hukum Islam yang didasarkan Al-Quran dan Hadis dapat digunakan dalam kehidupan baik perorangan, keluarga, masyarat, maupun Negara? Tuntutan tersebut dengan sebab:

 Islam adalah sebuah konsep yang utuh yang tidak membedakan negara dan masyarakat
 Islam telah tampil dalam sejarah Indonesia dalam proses terbenntuknya negara dan bangsa sejak zaman sultan beserta ulama-ulama melawan kolonial.
 Kenyataan bahwa secara kuantitatif mayoritas rakyat Indonesia adalah Islam.

Pada tanggal 5 juli 1958 presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden RI/panglima Tertinggi Angkatan Perang. Isi dekrit :
 Pembubaran Majelis Konstituante
 Kembali ke UUD 1945 dan mencabut UUD sementara
 Membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

Pada masa Demokrasi terpimpin, Masyumi dan PSII dibubarkan. Akan tetapi masih ada wakil umat Islam di Parlemen, yaitu NU. Pertentangan terjadi dimana-mana. Secara umum, pada tahun 1960-an terdapat golongan NU, PNI, dan PKI. Ketiganya adalah pendukung Nasakom yang dimaksudkan sebagai ide pemersatu, tapi pada kenyataanya malah menjadi unsur pemecah belah. Tahun 1964, PKI melancarkan berbagai aksi: merebut tanah perkebunan, tanah wakaf, melakukan penggerebegan dan penganiayaan. Tahun 1965, terjadi bentrokan antara PKI dan Islam.

Peristiwa ini telah mengembangkan kerjasama yang baik antara kelompok tentara dan kelompok / organisasi Islam melawan PKI. Tahun 1966, aksi pemuda, mahasiswa, pelajar dan ABRI berhasil menurunkan Soekarno dan membubarkan PKI serta melarang semua ajaran komunis di Indonesia.

b. Era Orde Baru

Sejak terjadinya G30S PKI,kedudukan Soekarno semakin kritis. Aksi pemuda yang disebut sebagai “angkatan” seperti yang tergabung dalam KAMI dan KAPPI, dimana HMI mempunyai peranan sangat penting,turun ke jalan menuntut: (1) turunkan harga, (2) bubarkan PKI, (3) anti penyelewengan. Orde Baru menunjuk kepada tatanan dengan tujuan kehidupan sosial, politik, ekonomi, kultural yang dijiwai oleh moral Pancasila, khususnya sila pertama. Dengan demikian Soeharto meraih kekuasaan berdasarkan sebuah koalisi para perwira militer, organisasi-organisasi Muslim dengan golongan Kristen.

Orde Baru mengalami banyak perubahan. Restrukturisasi politik, dilakukan tidak hanya dalam penyederhanaan partai politik tapi juga dalam bentuk penyadaran pentingnya persatuan.

Menjelang diberlakukannya asas tunggal, semula umat islam banyak yang cemas karena UU no.8/1985 mewajibkan semua ormas mencantumkan asas tunggal yang berarti dilarang mencantumkan asas lain sebagai ciri khas atau identitas sendiri. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dari berbagai golongan, umat Islam dengan segala keberaniannya menerima pancasila sebagai asas tunggal sambil berusaha untuuk mengisinya dengan nilai-nilai Islam. Setelahh asas tunggal diterima, umat Islam mulai berjuang untuk berbagai masalah, mulai dari masalah pernikahan, hubungan umat dengan pemerintah, hingga masalah ekonomi.

Namun Soeharto adalah seorang yang dikatakan melanjutkan politik Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa umat Islam harus diberikan fasilitas. Dengan demikian umat tersebut berkembang dan asyik dalam bidang sosial keagamaan saja, tapi dalam bidang politik tidak diberi kesempatan.

Dengan demikian dapat dilihat bahwa kebijakan Soekarno dan Soeharto terhadap pergerakan Muslim ternyata sama. Yaitu membedakan aspek keagamaan dan aspek politik.

Sampai tanggal 19 Mei 1998 tidak ada tanda-tanda Soeharto akan lengser. Yang terlihat justru Soeharto akan menggunakan militer untuk menghabisi gerakan pro demokrasi. Namun karena desakan dari banyak pihak terutama para ulama dan tokoh nasional, agar membatalkan rencana demi menghindari jatuhnya banyak korban, Amien setuju mengurungkan niatnya untuk memimpin apel akbar Tugu Monas 20 Mei 1998, yang diikuti ratusan ribu rakyat. Tak dapat dipungkiri rencana apel akbar di Monas itu adalah salah satu faktor utama yang membuat soeharto akhirnya memilih mundur, pada tanggal 21 Mei 1998. Dan melantik Habibie, yang merupakan wakil, menjadi Presiden RI.

b. Era Orde Reformasi

Runtuhnya pemerintahan Orde Baru yang otoriter dan korup membawa harapan munculnya pemerintahan yang demokratis. Hal itu tercermin dari kebebasan mendirikan partai politik. Termasuk didalamnya partai-partai Islam. Hal ini memengaruhi ulama untuk kembali aktif di dunia politik dengan terjun langsung untuk memenangkan partai tertentu sesuai dengan posisinya.

Pemilu 1999 telah membawa ulama ikut berperan kembali secara mandiri di dalam pemerintahan, sehingga beberapa ulama telah duduk di legislatif. Sampai pada pemilu 2004, serta pemilihan langsung presiden/wakil presiden 5 juli 2004, peran ulama dalam politik terus berlanjut.

C. PERKEMBANGAN SENI BUDAYA ISLAM

Produk kesenian Islam di Indonesia sebenarnya sangat minim apabila dibandingkan dengan produk kesenian di negara Islam yang lain. Hal itu karena semangat yang mendorong muslim di negara lain untuk menciptakan pekerjaan besar tidak muncul di Indonesia. Kalaupun ada, biasanya hanya berasal dari pengaruh luar atau hanya berupa peniruan yang tidak begitu sempurna. Diantara penyebab kesenian Islam tidak begitu berkembang adalah:

1. Islam datang ke Indonesia akibat dampak kehancuran Baghdad, sehingga para pedagang ataupun ulama yang datang pada saat itu lebih memikirkan keselamatan mereka.

2. Di Indonesia, terutama dipulau jawa pada saat Islam dating sudah memiliki peradaban asli yang dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Budha. Yang sudah mengakar kuat terutama dipusat pemerintahan. Hal itu yang menyebabkan seni Islam yang harus menyesuaikan diri.

3. Umat Islam pendatang itu mayoritas adalah pedagang yang berorientasi mencari keuntungan. Kalaupun ada Ulama yang tidak berorientasi pada hal itu, akan tetapi mereka berdakwah dan tidak menetap pada tempat tertentu, sehingga mereka tidak berpikir untuk membuat sesuatu yang abadi.

4. Ketika ada usaha kaum pribumi untuk membangun, usaha itu dihancurkan oleh bangsa Barat yang sejak semula memang sudah bersikap memusuhi terhadap umat Islam.

5. Islam yang datang ke indonesia bercorak Islam Tasawuf, sehingga lebih mementingkan rohani daripada masalah duniawi.

6. Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan Internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian.

7. Islam datang dengan jalan damai. Asalkan tidak melanggar aturan Agama maka hal itu tidak dilarang. Karena itulah aspek seni dan budaya yang ada di Indonesia tidak sehebat di negara Islam yang lain.

walaupun terdapat faktor-faktor yang menghambat perkembangan seni Budaya Indonesia, akan tetapi ada beberapa produk budaya yang sangat penting. Adapun kesenian Islam itu adalah:

a. Batu nisan

Kesenian Islam pertama masuk ke Indonesia adalah dalam bentuk batu nisan. Batu nisan yang ada pada saat itu didatangkan dari Gujarat. Akan tetapi pada perkembangan selanjutnya dibuat sendiri oleh orang-orang Indonesia, yang bentuknya sesuai dengan kebudayaan masing-masing daerah. Bentuk makam dari abad permulaan masuknya Agama Islam menjadi contoh model bagi makam Islam selanjutnya. Hal ini karena sebelum datangnya Islam tidak ada tradisi pemakaman.

b. Arsitektur (seni bangunan)

Seni bangunan yang bercorak Islami jarang sekali dijumpai di Indonesia. Hampir tidak ada bangunan Islam di Indonesia yang menunjukkan keagungan Islam yang setaraf dengan bangunan bersejarah yang ada di negara Islam lainnya. Disamping itu, Indonesia tidak memiliki satu corak tersendiri seperti Ottoman Style, India style dan Syiro Egypt style, meskipun Islam telah lima abad ada di Indonesia.

Model bangunan Islam pada saat itu masih sangat kental dengan aplikasi, bahkan peniruan model bangunan Hindu Budha. Hal ini dapat dilihat pada model-model masjid dan beberapa perlengkapannya, seperti: menara masjid, atap tumpang dan beduk raksasa yang semuanya adalah mengaplikasi bentuk budaya Hindu dan Budha.

Pasca kemerdekaan, Indonesia dapat berhubungan dengan bangsa yang lain. Maka sedikit demi sedikit unsur-unsur lama dapat dihilangkan. Atap tumpang yang sangat identik dengan bangunan ala hindu Budha dimodofikasi dengan kubah dari masjid timur tengah atau India. Selain itu, masjid-masjid di Indonesia dalam perkembangannya banyak meniru model-model masjid Negara Islam lainnya.

Seperti masjid Syuhada yang ada di yogyakarta yang menyerupai taj mahal India, masjid Istiqlal yang menyerupai ottoman style yang ada di Byzantium dan masjid Al-Tien(di TMII) yang meniru model bangunan
India.

c. Seni sastra

Dalam perekembangan bidang sastra, kebudayaan Indonesia banyak dipengaruhi oleh Persia, antara lain dengan adanya buku-buku yang disadur kedalam bahasa Indonesia. Buku-buku itu antara lain: kalilah wa dimnah, bayam budiman, abu nawas dan kisah seribu satu malam. Selain itu kesusastraan Islam juga berwujud syair sufi, diantara yang terkenal adalah syair yang dikarang oleh Hamzah Fansuri yang berjudul syair perahu. Selain itu ada pula seni tulisan arab yang disebut Khot.

Khot yang ada di Indonesia tidak seberapa menonjol dibandingkan dengan Negara Islam yang lain. Pada awal munculya, khot ditulis pada nisan-nisan atau makam para ulama. Selain itu khot juga ditulis pada masjid sebagai hiasan dinding. Akan tetapi seni kaligrafi tidak begitu berkembang, karena penerapan kaligrafi arab sebagai hiasan sangat terbatas. Walaupun demikian, seni hias di kitab-kitab agak berkembang di Aceh dan kerajaan-kerajaan lain yang ulamanya banyak menulis kitab-kitab keagamaan.

Muncul pula berbagai seni tari religius, seperti tari saman dari Aceh, tari samroh dan rudad dari Banjarmasin, atraksi debus dari Banten dan wayang yang berasal dari Jawa. Wayang merupakan penggabungan antara seni Islam dan hindu, yang mencakup di dalamnya seni ukir, tari dan seni lagu. Pada awal munculnya Islam ada beberapa seni yang sengaja tidak terlalu dikembangkan, seperti arca, seni tuang logam mulia, dan seni lukis. Hal itu karena masih adanya perselisihan hukum Islam yang melarang tentang hal-hal itu.

d. seni ukir

Seni ukir atau ukiran merupakan gambar hiasan dengan bagian-bagian cekung (kruwikan) dan bagian-bagian cembung (buledan) yang menyusun suatu gambar yang indah. Pengertian ini berkembang hingga dikenal sebagai seni ukir yang merupakan seni membentuk gambar pada kayu, batu, atau bahan-bahan lain.

Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenekmoyang bangsa Indonesia telahmembuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yanitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya.

Dalam pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakanpada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu darikerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean.
Setelah agama Hindu, Budha, Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badancandi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja. Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah.
Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja.pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luarJawa.


D. Kesimpulan Penulis

Sudah jelas bahwa Nusantara ibarat burger, mula-mula sebagai tanah subur yang dihuni oleh manusia sederhana yang hanya berkontradiksi dengan alam. Sehingga waktu mereka hanya diforsir untuk berpindah tempat guna memenuhi hajat hidup mereka. Saat itu pun sudah ada system patriarki dan matriarki, statemen ini terbukti akan adanya pembagian kerja, dan cirri khas dari masyarakat Indonesia sederhana zaman dahulu adalah kolektif, atau sekarang lebih dikenal dengan gotong royong

Akan tetapi setelah kedatangan bangsa asing yang pada saat itu hanya berkepentingan untuk berdagang dan mencari rempah-rempah, akan tetapi lambat laun mereka mulai tertarik untuk tinggal di nusantara hingga berbagai suku masuk serta terciptanya sebuah culture baru yang saling silih berganti, hingga semuanya tergantikan dan dikondisikan oleh kultur islam sehingga tertulislah dalam makalah ini, sejarah peradaban islam dari zaman orde lama hingga reformasi, serta bukti mater akan adanya berbagai seni budaya peninggalan islam.


Daftar Rujukan

Sunanto, Musyrifah, 2007. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, PT Raja Grafindo Jakarta.

Maartin van Bruinessen, 1995. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat. Tradisi=Tradisi Islam di Indonesia. Mizan, Bandung.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Arti Agama

Alberico Gentili (1552-1608), seorang Protestan Italia, mengatakan bahwa, “Agama adalah urusan nalar dan kehendak, yang selalu berhubungan dengan kebebasan....Nalar kita dan apapun yang ada di dalamnya tak bisa dipengaruhi oleh kekuatan luar manapun....Apakah anda mengerti? Agama semestinya bebas.”
Narasi Gentili ini seakan menepis keraguan atas relasi yang tak pasti antara agama, nalar dan kebebasan. Selama ini agama dipandang sebagai sebuah sistem pengetahuan transenden yang sulit dicapai nalar. Agama juga dituduh tidak memberi ruang kebebasan nyata bagi pemeluknya dan pihak luar lainnya. Gentili ingin menegaskan bahwa agama harus beriringan dengan kebebasan. Karenanya, tesis ini akan mendasari uraian kita ke depan.
Terdapat dua aspek penting dalam mendefinisikan agama. Pertama, meliputi asumsi metafisika mengenai asal mula agama. Kedua, meliputi tipe pengertian yang digunakan.
1. Asumsi mengenai asal mula agama
Pengertian agama meliputi asumsi asal mula agama. Tiga teori mendasar tentang agama antara lain: pertama, agama dalam konteks metafisika dan teologisnya (contoh kebenaran akan adanya Tuhan, the Dharma, dsb.); kedua, agama sebagaimana secara psikologis dialami oleh orang (contoh perasaan orang tentang kesucian, akhirat, dsb.); dan ketiga, agama sebagai kekuatan sosial budaya (contoh simbolisme yang mengikat sebuah masyarakat bersama-sama atau memisahkannya dari masyarakat lainnya)
2. Tipe pengertian: Esensialis atau Politetis
Pengertian bertipe esensialis mengidentifikasi elemen yang dibutuhkan untuk sesuatu yang disebut sebagai agama. Contoh pengertian bertipe esensialis mengartikan agama secara reduksionis menjadi hanya teistik saja (dan bahkan monoteistik). Intinya, dalam tipe esensialis, setiap agama harus memiliki elemen spesifik. Tipe kedua, yaitu politetis, berpendapat tidak harus seluruh agama memiliki elemen spesifik.
Untuk mendamaikan pengertian agama memang tidak mudah. Namun, bagi umat beragama, arti agama sekalipun tidak menjadi soal. Agama adalah apa yang sehari-hari mereka percayai dan lakukan. Permasalahannya adalah konteks perdaban umat manusia saat ini menunjukkan pluralitas agama itu sendiri. Terlebih, masing-masing memiliki klaim kebenarannya sendiri-sendiri. Aspek-aspek penting untuk menerjemahkan agama di atas ditinggalkan tanpa mendapat apresiasi lebih dalam.
Selanjutnya, untuk memahami agama dalam konteks ini, kita menemukan tiga segi agama (T. Jeremy Gunn, 2003). Pertama, agama sebagai kepercayaan. Agama sebagai kepercayaan menyinggung keyakinan yang orang pegang mengenai hal-hal seperti Tuhan, kebenaran, atau doktrin kepercayaan. Kepercayaan terhadap agama menekankan, contohnya, kesetiaan pada doktrin-doktrin seperti rukun Islam, karma, dharma, atau pesan sinkretik lainnya yang menurut banyak doktrin agama mendasari realitas kehidupan.
Kedua, sementara agama sebagai kepercayaan menekankan pada doktrin, agama sebagai identitas menekankan pada afiliasi dengan kelompok. Dalam hal ini, identitas agama dialami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan keluarga, etnisitas, ras atau kebangsaan. Jadi, orang percaya bahwa identitas agama merupakan sesuatu yang didapatkan setelah proses belajar, berdoa, atau refleksi.
Segi agama yang ketiga ialah agama sebagai jalan hidup (way of life). Dalam segi ini, agama berhubungan dengan tindakan, ritual, kebiasaan dan tradisi yang membedakan umatnya dari pemeluk agama lain. Contohnya, agama sebagai jalan hidup bisa mendorong orang untuk hidup di biara atau komunitas keagamaan, atau melakukan banyak ritual, termasuk shalat lima waktu, mengharamkan daging babi, ataupun menyunat. Dalam segi ini, keimanan berusaha tetap dipegang, bahkan perlu untuk diimplementasikan.
Sekali lagi, kita dihadapkan pada adanya perbedaan segi agama yang diambil oleh para pemeluk agama. Lagi pula, tidak begitu jelas, segi agama mana yang paling benar dan absah. Apakah agama cukup hanya sekedar kepercayaan an sich? Ataukah hanya simbol altruisme kelompok? Atau malah harus menjadi jalan hidup? Tentu saja, masing-masing agama menonjolkan segi agama yang berbeda-beda.
Dalam komentar atas artikel 18 ICCPR, komisi HAM PBB memilih pengertian agama yang luas: ”Artikel 18 melindungi kepercayaan teistik, non-teistik, dan ateistik, sebagaimana hak untuk menunjukkan agama atau kepercayaan. Artikel 18 dalam pelaksanaannya tidak dibatasi kepada agama tradisional atau agama dan kepercayaan dengan karakteristik terlembaga....”
Komentar komisi HAM PBB ini menunjukkan sebuah komitmen atas kebebasan dan toleransi, sekaligus menghindari diskriminasi. Bahwa perlindungan kebebasan beragama sangat luas cakupannya, meliputi kepercayaan teistik – agama samawi dan agama ardli – , non teistik, dan bahkan ateistik. Artinya, dalam konteks hak asasi manusia, perbedaan tafsiran agama dan kegiatan beragama tidak menjadi problem utama. Tekanannya lebih pada upaya perlindungan HAM itu sendiri.
Kembali pada negara dan kebebasan beragama. Peran negara jelas sangat sentral dalam usaha penegakan kebebasan beragama. Termasuk dalam menentukan arti agama. Beragam permasalahan bermunculan seperti; pengakuan enam agama resmi dalam UU No. 1/PNPS tahun 1965, ketentuan penodaan agama dalam Penetapan Presiden No. 1 tahun 1965, serta berbagai ambiguitas dan inkonsistensi lainnya.
Karena itulah, negara perlu meninjau kembali definisi agama versinya agar sesuai dengan prinsip netralitas negara atas agama-agama. Kesulitan mengartikan agama di awal pembicaraan menyadarkan kita bahwa negara harus mengambil definisi agama yang lebih universal. Implikasinya adalah agama-agama yang saat ini tidak diakui pemerintah akan mendapat kesempatan pengakuan yang sama sebagaimana enam agama “resmi” saat ini.